Setiap tahun, kebutuhan kentang terus meningkat. Sayang, sampai sekarang, produksi dari petani belum mampu memenuhi. Alhasil, kentang dari negeri sebrang pun terus datang.
Selidik punya selidik, ketidakmampuan itu lebih banyak diakibatkan oleh masih rendahnya produktifitas kentang yang ditanam petani. Hal itu terkait dengan ketersediaan benih bermutu yang sangat kurang. Bayangkan saja, benih berkualitas bagus hanya mampu disediakan para penangkar dan balai benih, tidak lebih 5% dari total kebutuhan benih nasional. Padahal sudah dibantu benih impor.
Dalam kondisi keterbatasan benih unggul, akhirnya banyak pihak memanfaatkan untuk mengeruk keuntungan, dengan menjual benih palsu. Namanya juga palsu, alias asal-asalan, setelah ditanam, hasilnya jelek. Yang rugi, tentu petani.
Selain benih, petani juga kerap dihadang hama penyakit. Bahkan, belakangan ini, mereka dipusingkan oleh hama yang tergolong baru, bernama cacing emas. Walaupun hama ini sangat ganas dan belum ditemukan obat yang mujarab, petani tetap menanam kentang. Alasannya, lantaran terdesak kebutuhan hidup.
Dibalik itu, sesungguhnya, peluang pasar kentang konsumsi cukup menjanjikan. Adanya peningkatan permintaan merupakan dampak semakin berkembangnya pasar lokal dan ekspor.
Di pasar lokal, kentang dibutuhkan untuk sayuran dan industri olahan. Sedangkan pasar ekspor datang dari Malaysia dan Singapura. Tapi, boro-boro memenuhi eskpor sesuai jumlah permintaan, untuk kebutuhan dalam negeri saja masih kurang. Jadi, bila digarap dengan manajemen produksi yang optimal, peluang usaha kentang itu masih terbuka, baik untuk benih maupun konsumsi.(Dadang WI)
0 comments:
Post a Comment