Mungkin Anda tidak menyadari pakaian yang Anda kenakan, salah satu bahannya berupa kapas. Ya, Anda mungkin lebih familiar kepada kapas sebagai alat pembersih muka atau luka.
Peran kapas sebagai bahan sandang, sesungguhnya sudah tersirat dalam sila kelima Pancasila—Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia—yang berlambangkan “padi dan kapas”. Namun selama ini, pembangunan pertanian lebih banyak terkuras untuk mengurusi padi. Sementara kapas, hampir terkikis dari lingkaran agribisnis di tanah air, hidup enggan mati tak mau. Padahal, selama manusia mau menutupi auratnya, selama itu pula serat alam, kapas, diperlukan.
Kebutuhan kapas sebagai bahan baku sandang sampai saat ini masih dipenuhi dengan produk impor. Sesungguhnya, tanaman kapas yang tumbuh di bumi pertiwi ini dapat dikembangkan untuk menggantikan sebagian produk impor itu. Daripada membuang devisa ratusan juta dolar Amerika setiap tahun, lebh baik digunakan untuk mengembangkan kapas di negeri sendiri.
Rendahnya produktivitas yang selama ini menjadi alasan petani enggan menanam kapas, bukan lagi menjadi halangan. Awal September, Mentan telah melepas tiga varietas kapas hibrida yang memiliki potensi produksi sangat tinggi. Sehingga harapan perolehan keuntungan bisa berlipat ganda.
Daerah yang cocok untuk pengembangan kapas tercatat sebanyak 1,3 juta hektar, yang tersebar di tujuh provinsi: Jateng, Yogyakarta, Jatim, Bali, NTB, NTT, dan Sulsel. Pemerintah pun bertekad untuk bersungguh-sungguh mengembangkan agribisnis kapas, dengan memberikan fasilitas besar-besaran, mulai tahun depan. Jadi tunggu apalagi, mari kita merajut keuntungan dengan mengembangkan kapas.(Dadang WI)
Sumber Berita :http://dadangbegang.multiply.com/journal/item/8
0 comments:
Post a Comment