Tuesday, June 21, 2011

Budidaya ikan mas di kolam air kembali jadi alternatif setelah daya dukung lingkungan waduk untuk budidaya di keramba jaring apung menurun

Posted by agrobisnisindonesia |

Nendi Mulyadi tak bisa sebangga dulu lagi ketika menceritakan usaha budidaya ikan masnya di Kolam Air Deras (KAD). Lelaki asal Subang itu menyebutkan, sistem budidaya tersebut memang pernah mengalami masa keemasanpada1995. Tetapi makin kesini, konsep budidaya yang mulai populer di Indonesi sejak 1980 itu kian ditinggalkan. Apalagi sejak munculnya virus KHV (Koi Herpes Virus) di 2002 yang membuat banyak pembudidaya gulung tikar.

Di  Jawa Barat (Jabar)—yang paling banyak menerapkan konsep KAD—saat  ini pun mengalami penurunan produksi ikan mas dari sistem budidaya yang juga dikenal sebagai running water system itu. Fakta ini ditandai dengan berkurangnya jumlah pembudidaya ikan mas yang menerapkan teknologi dari Jepang tersebut di beberapa sentrabudidaya ikan mas Jabarseperti Majalaya, Bandung, Sumedang,dan sekitarnya.
Data Dinas Perikanan Provinsi Jabar menyebutkan, sampai 2009,jumlah pembudidayaikan mas di KAD wilayah Jabarmengalami kenaikan hingga 15,26 %. Yaitu pada 2008 sebanyak 2.963 orang menjadi 4.257 orang di 2009. Tapi di 2010angka tersebut malah turun jadi 1.153 orang.
Tak sedikit para pembudidaya ikan mas di KAD yang beralih ke sistem KJA (Keramba Jaring Apung) karena dianggap lebih efisien. Padahal menurut Kepala Dinas Perikanan Jabar,Ahmad Hadadi, ikan mas produksi KAD memiliki segmentasi pasar dan keunggulan tersendiri. “Dari sisi rasa lebih enak dan tampilan juga lebih disukai konsumen,”ujarnya.
Sementara dari segi kualitas, Dosen Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Enang Harris Surawidjajamenyatakanikan mas hasilbudidaya kolam air deras lebih bagusdibandingkan ikan mas dari KJAdan tidak berbau lumpur. Terlebih harga jualnya juga lebih tinggi Rp 5 ribu dibanding ikan mas KJA.
Nendi atau lebih akrab dipanggil Asepmenyebutkan, harga per kgikan mas KAD sekarang ini Rp 18.500 untuk ukuran 1–2ekor/kg. Ikan yang dijualAsep tersebut berukuran lebih besar karena sasaran pasarnyabukan untuk pasar becek, melainkan untuk restoran, rumah makanatau pemancingan sehingga harganya jauh lebih tinggi.
“Selain itujuga karena nilai FCRnya (Feed Convertion Ratio/ efisiensi pakan) tinggi sehingga memaksa pembudidayaKAD memelihara ikannya dengan ukuran besar, agar biaya operasional bisaditutup,” jelasnya.Dengan fakta seperti ini, apakah budidaya ikan mas KAD masih dianggap tidak menguntungkan? Simak baik-baik pemaparan para ahli berikut ini.

Sumber Berita:http://www.trobos.com/show_article.php?rid=12&aid=2906
 

0 comments:

Post a Comment